Senin, 14 Mei 2012

Resensi Buku





TUYET VS SUPERMAN
(Sebuah Potret “Keperkasaan” Perempuan Korban Perang)
Oleh : Ardesi Yulianita

Identitas Buku:
Judul                    : TUYET (Kisah dari Perang Vietnam)
Pengarang            : Bur Rasuanto
Penerbit                : Yayasan Indonesia
Tebal Hal             : 141 Halaman
Cetakan                : 2 (kedua) 2001

“Perang dan korban adalah sesuatu yang ingin dilupakan oleh komunitas; kabut/selubung pelupaan menutupi segala sesuatu yang menyakitkan dan tak menyenangkan. Kita menghadapi dua sisi yang bertentangan; di satu sisi korban yang mungkin ingin melupakan tetapi tidak dapat, dan di sisi lain mereka dengan motif yang kuat, dan sering tidak sadar, yang dengan amat sangat ingin melupakan dan memang berhasil melupakan. Orang-orang yang paling lemah...tetap kalah di dalam dialog yang sunyi dan tidak seimbang ini.” (Judith Herman, Trauma and Recovery, 1992, p.8)

Pengantar
            Ketika memutuskan novel Tuyet karya Bur Rasuanto sebagai pilihan dalam mengulas karya sastra, saya terus terbayang dengan superhero yang jago terbang Superman. Sepak terjang tokoh Superman dalam membasmi kejahatan di kota kecilnya, Smallville, musuh yang sama –Lex Luthor-,  kelemahan yang sama – batu hijau krypton -, pakaian ketatnya dengan simbol “S”nya, jago terbang, mata tembus pandang dan tenaga super kuat yang diperoleh dari asalnya nun jauh di luar angkasa. Perlahan, muncul sosok wanita lemah nan cantik jelita mengenakan gaun ao dai putih  berdiri dengan tegarnya, dengan airmatanya, dengan senyum tulusnya, dengan beban penderitaannya, dengan kekuatan untuk menghadapi dilema hidup yang ia temui dari negerinya.
            Superman dan Tuyet adalah dua sosok yang terlahir dari imajinasi pengarangnya. Namun, ada perbedaan yang cukup mencolok dari dua tokoh tersebut, yaitu benar-benar ada atau benar-benar tidak ada. Jika ada hidup dalam dunia imajinasi dan hanya singgah sebentar ke dunia nyata, maka superman memang ada, namun jika ada hidup di dunia nyata, dan hanya sebentar melongok ke dunia imajinasi, maka Tuyetlah yang muncul. Terserah bagaimana cara kita menikmati karya sastra tersebut. Bukankah A. Teew menyatakan “Sastra menjadi urusan si pembaca secara sangat individual, buku adalah sesuatu yang dibaca, dinikmati, dan dinilai sendiri saja.” (2006:145).
            Berawal dari latar belakang di atas, ulasan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pandangan dan kesan saya terhadap novel Tuyet berkaitan dengan “Keperkasaan” tokoh tuyet dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Tak banyak buku sastra yang saya miliki, sehingga dapat dijadikan referensi dalam mengulas karya sastra ini. Namun, ada semacam keinginan kuat yang mendorong saya untuk tetap ikut berpartisipasi, guna menyampaikan kesan terhadap novel yang saya anggap telah mampu membuka pikiran dan hati saya terhadap penderitaan yang melahirkan keperkasaan perempuan di belahan bumi sana.

Tentang Pengarang
            Bur Rasuanto lahir di Palembang. 6 april 1937. Ia pernah memenangkan Hadiah sastra untuk ceritanya Bumi yang Berpeluh tahun 1962 dan Mereka akan Bangkit tahun 1963.Lulusan Fakultas Sastra, jurusan filsafat, Universitas Indonesia ini pernah aktif dalam perjuangan pemuda mahasiswa dalam aksi Angkatan ’66. Semasa demonstrasi lahir sajak dan cerpen-cerpenya antara lain Liwat Tengah Hari, Telah Gugur Beberapa Nama, Tirani,dan Discharge. Di tahun 1964, Bur Rasuanto pernah memenangkan Hadiah sastra Yayasan Mohammad Yamin, tapi ditarik kembali karena hasutan Lekra.
            Novel Tuyet pertama kali dimuat di harian Kompas, lalu dibukukan pada tahun 1979. Novel Tuyet ditulisnya setelah mengunjungi Vietnam tahun 1967. Novel ini terpilih sebagai karya fiksi terbaik tahun 1979 dari Yayasan Buku Utama. Cerita-ceritanya yang lain, Piket yang semuanya dibuat tahun 1961, oleh HB Jassin dinilai sangat baik, idenya menarik dan kejadiannya mencekam.
            Selain sebagai sastrawan, ia pernah dikenal sebagai wartawan harian Indonesia Raya dengan jabatan redaktur. Pernah menjadi wartawan perang harian KAMI, kemudian menjadi redaktur majalah Tempo. Bur Rasuanto dikenal sebagai seorang pemberani dan keras hati. Ia pun menggemari olahraga lari dan karate.
Ringkasan Cerita
            Jakob Sumardjo (1996:8) mengatakan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang merupakan pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Dalam Tuyet, seorang Bur Rasuanto berhasil melebur ke dalam novel ini, saya menangkap seakan-akan Alimin, - salah satu tokoh utama dalam novel ini- adalah Bur Rasuanto sendiri, ditambah lagi dengan penggunaan sudut pandang orang pertama “Aku” yang digunakan, maka lengkaplah sudah pandangan saya itu. Apalagi Bur Rasuanto sendiri pernah menjadi wartawan perang dan sempat meliput puncak perang vietnam itu di tahun 1967.
            Tuyet menceritakan penderitaan yang harus dihadapi seorang gadis Vietnam anak seorang guru sekolah lanjutan yang ditangkap karena dituduh mempunya keterlibatan denga Vietcong. Tuduhan yang dilatarbelakangi karena ketidaksepahaman terhadap Kepala Sekolah, menyebabkan Tuyet yang memiliki keterampilan di bidang perkantoran tidak dapat bekerja lagi karena dianggap sebagai anak pemberontak.
            Permasalahan inilah yang membawa Tuyet bertemu Alimin –wartawan perang dari Indonesia-, dengan harapan Alimin dapat membantunya menjadi perantara dengan Herbert –penulis dari jerman- yang dapat membantunya keluar dari permasalah yang ia hadapi. Namun, sayang setelah ditunggu dalam jangka waktu yang cukup lama, Herbert tidak muncul-muncul. Sehingga Tuyet menawarkan tubuhnya seharga dua puluh lima ribu piester kepada Alimin. Alimin menolak dan berjanji akan tetap membantunya. Alimin menemui Brigjend Hong – Ayah Thi, teman wanita Alimin- yang memiliki jabatan di pemerintahan. Sayang harapan Alimin tidak terkabul.
            Sebelum Alimin sempat membantu, Tuyet telah berani mengambil keputusan yang dapat menentukan arah masa depannya. Tuyet menyerahkan tubuhnya kepada komandan Laksus sebagai bayaran atas kebebasan ayahnya.
Tuyet Vs Superman
            Sebuah karya sastra merupakan cerminan kenyataan, namun sastra juga merupakan dunia lain yang melukiskan hal-hal yang dalam kenyataan tak pernah ada. Dalam membaca sebuah karya sastra kita terkadang menemui tokoh-tokoh dan situasi  yang keluar dari daya imajinasi pengarang, seperti Superman (Joe Shuster dan Jerry Siegel) ataupun Tuyet ( Tuyet, Bur Rasuanto). Luxemburg (1996:20) mengatakan bahwa dunia fiksi itu adalah dunia lain yang berdiri sendiri di samping kenyataan, tetapi dari beberapa aspek menunjukkan persamaan dengan kenyataan.
            Sejalan dengan itu, bisa saya katakan bahwa Tuyet karangan Bur Rasuanto ini bukanlah dilatarbelakangi “imajinasi” pengarangnya, namun berbasis “realitas” yang pernah dilihat atau pun dialami sang penulis sendiri. Bukankah Bur Rasuanto itu sendiri adalah wartawan perang pertama Indonesia yang “melawat” ke medan pertempuran Vietnam. Sehingga ketika membaca Tuyet, saya seperti membaca sebuah laporan perjalanan yang dinarasikan, walaupun kesan indah sastra tetap ada. Jadi, tidak salahkan apabila saya menganggap Tuyet adalah gadis yang di temui Bur di Vietnam dan tanpa sadar telah memasuki pintu kenangan Bur selama meliput di Vietnam.Seperti yang ditegaskan pengarang dalam Preluda novel Tuyet itu sendiri,
.... Tulisan ini tidak mewakili apa-apa. Dia bukan mewakili aktualitas di sini maupun di mana pun. Pada suatu hari aku berada di tengah para pengungsi Vietnam yang kebetulan terdampar di sini dan aku teringat Tuyet serta masa petualanganku di Indocina. ...(Hal. 7)

            Sedikit saya bandingkan antara tokoh Superman yang kental dengan “imaji” pengarang (Joe Shuster dan jerry Siegel) dan tokoh Tuyet yang kental dengan “realita” perempuan korban perang yang ditemui oleh pengarangnya (Bur Rasuanto). Begitu banyak imaji pengarang dalam Superman, mulai dari nama planet, asal usul superman, kekuatan yang dimiliki, dan tidak ada realita di sana, benar-benar “fiksi imaji” yang tidak bisa kita temukan referensinya di bumi ini.  Superman sendiri adalah tokoh fiksi yang lahir di planet Krypton dengan nama Kal-El, ketika masih bayi diluncurkan dengan roket ke bumi oleh Ayahnya Jor-El, sesaat sebelum planet itu hancur. Roket itu kemudian mendarat di bumi, di sebuah ladang, dan ditemukan oleh pasangan Kent (Jonathan Kent dan Martha Kent) yang mengadopsinya dan diberi nama Clark Kent. Sebagai seorang anak yang sedang tumbuh, ia menemukan bahwa ia menguasai kekuatan yang jauh diatas kekuatan manusia biasa dan menggunakan kekuatan itu untuk menolong orang lain karena ia ditakdirkan menjadi penyelamat bumi. Untuk menyembunyikan identitasnya , ia hidup sebagai seorang reporter The Daily Planet. Clark bekerja bersama reporter Lois Lane, dan terlibat asmara dengannya. Bahkan, bersama dengan para jagoan (Aquaman, Green Arrow, The Flash,Dan Batman, Robin, Stell, Supergirl, dan Krypto) ia membentuk Justice League of Amerika (JLA) dan menjadi pimpinannya.
            Lalu apa sih kaitan antara Tuyet dan Superman? Tuyet dan Superman dalam konteks ini dihubungkan dengan kata “Keperkasaan”. Keperkasaan berasal dari kata dasar perkasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “perkasa” bermakna 1. kuat dan tangguh serta berani;gagah berani; 2. kuat dan berkuasa; hebat; keras. Oleh karena itu, keperkasaan berkaitan erat dengan kekuatan, keberanian, kehebatan bahkan kekuasaan.
            Seperti yang sudah kita ketahui, Superman adalah tokoh yang memiliki kekuatan super di atas kekuatan manusia biasa. Mulai dari kemampuan terbangnya, sinar laser yang keluar dari matanya, tulang besinya dan raga bajanya. Kekuatan-kekuatan itu menjadi pendukung yang paling vital dalam setiap aksinya membela bumi. Tapi, apabila kekuatan itu lenyap, maka kemampuannya menolong masyarakat bumi pun lenyap. Bahkan, untuk menolong diri sendiri pun tak mampu. Sebagai tokoh imaji pun, superman diciptakan memiliki kelemahan oleh kreatornya.Sekarang yang menjadi pertanyaan, adakah manusia yang memiliki kemiripan dengan Superman? Dapatkah kita menjumpai manusia seperti itu di lingkungan sekitar kita?
            Sekarang kita tinggalkan Superman, coba kita alihkan ke sosok Tuyet, seorang perempuan lemah korban perang yang rela “menjual harga dirinya” karena “keperkasaannya” untuk mempertahankan apa yang diyakininya benar. Perjalanan hidup Tuyet menggambarkan situasi dan kondisi kaum perempuan baik di masa perang maupun damai. Korban dari kesewenangan pemerintahan yang korup, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa dimanapun negaranya, yang namanya pemerintah itu memiliki kewenangan yang lebih dari rakyat biasa. Walaupun sangat jelas, kedudukan manusia itu tidak ada bedanya di mata Tuhan.
            Penderitaan-penderitaan itu sengaja diciptakan untuk melanggengkan kekuatan pemimpin suatu wilayah. Teuku  Jacob dalam essainya yang berjudul Kebudayaan, Kekerasan dan Penderitaan, mengatakan bahwa kekerasan dan penimpaan derita sudah dipergunakan hewan-hewan infra-manusia. Dengan kekerasan dan ancaman derita, hewan pemimpin dapat memperoleh apa yang dikehendakinya. Ketakutan memegang peranan penting, karena menyangkut eksistensi. Dalam Tuyet, para pemimpin –Komandan Laksus- sangat tidak berprikemanusiaan, dengan sewenang-wenang mereka terus menekan keluarga yang salah satu anggotanya di tahan Laksus, dengan janji akan segera membebaskan anggota keluarga yang di tahan di Laksus, minimal memperoleh perlakuan baik selama ditahan.
Beberapa hari yang lalu aku kembali dipanggil mayor di Laksus itu. Alimin, kali ini dia tidak mau lagi memberiku kesempatan. Dia memberiku ultimatun. Aku tahu betul sekarang, yang diinginkannya sebenarnya adalah aku. Dia tidak begitu hirau dengan uang dua puluh lima ribu piaster itu. Sebab uang bisa didapatkannya dari keluarga tahanan lain. Engkau tahu, yang dimintainya uang bukan cuma aku, tapi banyak keluarga tahanan lain juga. (Hal. 139)
           
            Kini dapatkah kita bandingkan manakah yang lebih perkasa Tuyet atau Superman?, yang benar-benar rela berkorban tanpa dukungan siapapun atau apapun! Kembali ke Anda pembaca, selamat menikmati novel  yang menarik ini!
Daftar pustaka:  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar